Minggu, 19 Desember 2010

fatwa dsn tentang pengalihan hutang

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002
Tentang
PENGALIHAN UTANG
بِ  سمِ اللهِ ال ر  حمنِ الرحِيمِ
Dewan Syari’ah Nasional, setelah
Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang
menjadi kebutuhan masyarakat adalah membantu masyarakat
untuk mengalihkan transaksi non-syari’ah yang telah
berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syari’ah;
b. bahwa lembaga keuangan syari'ah (LKS) perlu merespon
kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya
melalui akad pengalihan utang oleh LKS;
c. bahwa agar akad tersebut dilaksanakan sesuai dengan
Syari’ah Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa
mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.
Mengingat : 1. Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
ياَأي  ها الَّذِي  ن آمن  وا َأ  وُف  وا بِاْلعُق  ودِ …
“Hai orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu…”.
2. Firman Allah SWT, QS. al-Isra’ [17]: 34:
… وَأوُف  وا بِاْلع  هدِ، إِنَّ اْلع  ه  د َ كا َ ن م  سُئ  و ً لا
“…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungan jawabnya.”
3. Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:
… وَأ  حلَّ اللهُ البي  ع  و  حرم الربا…
“…dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengaramkan
riba…”.
4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong
menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al-
Ma’idah [5]: 2:
… وتعا  ونوا  عَلى اْلبِر  والت ْ ق  وى  و َ لا تعا  ونوا  عَلى ْالإِْثمِ
 واْلع  د  وانِ،  واتُقوا اللَّه، إِنَّ اللَّه  شدِي  د اْلعَِقابِ.
31 Pengalihan Utang 2
Dewan Syariah Nasional MUI
“…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
5 Firman Allah SWT., QS. al-Baqarah [2]: 275:
الَّذِي  ن يْأ ُ كُلو َ ن الربا َ لا يُقومو َ ن إِلاَّ َ ك  ما يُقوم الَّذِي يت  خب ُ طه
ال  شي َ طا ُ ن مِ  ن اْل  م  س، َ ذلِ  ك بَِأن  ه  م َقاُلوا إِن  ما اْلبي  ع مِْث ُ ل ال ربا،  وَأ  حلَّ
اللَّه اْلبي  ع  و  حرم الربا، َف  م  ن  جاءَه م  وعِ َ ظٌة مِ  ن  ربهِ َفانت  هى َفَله ما
 سَل  ف،  وَأ  مره إَِلى اللَّهِ،  وم  ن  عا  د َفُأوَلئِ  ك َأ  ص  حا  ب النارِ  ه  م فِي  ها
 خالِ  د  و َ ن
“Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghunipenghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.”
6. Hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf
al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
َال  صْل  ح  جائِز بي  ن الْ  م  سلِمِ  ين إِلاَّ  صْل  حا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و َأ  حلَّ
 ح راما  واْل  م  سلِ  مو َ ن  عَلى  شروطِهِ  م إِلاَّ  ش  ر ً طا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و َأ  حلَّ
 ح راما.
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.”
7. Hadits Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daruquthni, dan
yang lain, dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
َ لا  ض ر  ر  و َ لاضِ را  ر .
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri
maupun orang lain.”
31 Pengalihan Utang 3
Dewan Syariah Nasional MUI
8. Kaidah Fiqh:
َالأَ  ص ُ ل فِي اْل  معام َ لاتِ ْالإِبا  حُة إِلاَّ َأ ْ ن ي  دلَّ  دلِي ٌ ل  عَلى ت  حرِيمِ  ها
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
َاْل  م  شقَُّة ت  جلِ  ب التيسِي ر
“Kesulitan dapat menarik kemudahan.”
َاْل  حا  جُة َق  د تنزِ ُ ل منزَِلَة ال  ضر  و  رةِ
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”
َالثَّابِ  ت بِاْلع  رفِ َ كالثَّابِتِ بِال  ش  رعِ
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama
dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama
tidak bertentangan dengan syari’at.”
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional
pada hari Rabu, 15 Rabi’ul Akhir 1423 H. / 26 Juni 2002.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG PENGALIHAN UTANG
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a. Pengalihan utang adalah pemindahan utang nasabah dari
bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga
keuangan syariah;
b. Al-Qardh adalah akad pinjaman dari LKS kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan
pokok pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada waktu
dan dengan cara pengembalian yang telah disepakati.
c. Nasabah adalah (calon) nasabah LKS yang mempunyai
kredit (utang) kepada Lembaga Keuangan Konvensional
(LKK) untuk pembelian asset, yang ingin mengalihkan
utangnya ke LKS.
d. Aset adalah aset nasabah yang dibelinya melalui kredit dari
LKK dan belum lunas pembayan kreditnya.
Kedua : Ketentuan Akad
Akad dapat dilakukan melalui empat alternatif berikut:
Alternatif I 1. LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh
tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya; dan dengan
demikian, asset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi
milik nasabah secara penuh ( .(الملك التام
2. Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan
dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya
31 Pengalihan Utang 4
Dewan Syariah Nasional MUI
kepada LKS.
3. LKS menjual secara murabahah aset yang telah menjadi
miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran
secara cicilan.
4. Fatwa DSN nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh
dan Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah berlaku pula dalam pelaksanaan Pembiayaan
Pengalihan Utang sebagaimana dimaksud alternatif I ini.
Alternatif II 1. LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKK;
sehingga dengan demikian, terjadilah syirkah al-milk antara
LKS dan nasabah terhadap asset tersebut.
2. Bagian asset yang dibeli oleh LKS sebagaimana dimaksud
angka 1 adalah bagian asset yang senilai dengan utang (sisa
cicilan) nasabah kepada LKK.
3. LKS menjual secara murabahah bagian asset yang menjadi
miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran
secara cicilan.
4. Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah berlaku pula dalam pelaksanaan Pembiayaan
Pengalihan Utang sebagaimana dimaksud dalam alternatif
II ini.
Alternatif III 1. Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh
الملك التام) ) atas aset, nasabah dapat melakukan akad Ijarah
dengan LKS, sesuai dengan Fatwa DSN-MUI nomor
09/DSN-MUI/IV/2002.
2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi
kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh
sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
3. Akad Ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh
dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian
talangan sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4. Besar imbalan jasa Ijarah sebagaimana dimaksudkan angka
1 tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang
diberikan LKS kepada nasabah sebagaimana dimaksudkan
angka 2.
Alternatif IV 1. LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh
tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya; dan dengan
demikian, asset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi
milik nasabah secara penuh ( .(الملك التام
2. Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS, dan
dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya
kepada LKS.
3. LKS menyewakan asset yang telah menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah, dengan akad al-Ijarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik.
31 Pengalihan Utang 5
Dewan Syariah Nasional MUI
4. Fatwa DSN nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh
dan Fatwa DSN nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-
Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik berlaku pula dalam
pelaksanaan Pembiayaan Pengalihan Utang sebagaimana
dimaksud dalam alternatif IV ini.
Ketiga : Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 15 Rabi’ul Akhir 1423 H
26 Juni 2002 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
K.H.M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar