Minggu, 19 Desember 2010

fatwa dsn tentang rahn

FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL
Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002
Tentang
RAHN
بِ  سمِ اللهِ الر  حمنِ الرحِيمِ
Dewan Syariah Nasional setelah,
Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang
menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan
menggadaikan barang sebagai jaminan utang;
b. bahwa lembaga keuangan syari'ah (LKS) perlu
merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam
berbagai produknya;
c. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip syari’ah, Dewan Syariah Nasional
memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan
pedoman tentang Rahn, yaitu menahan barang sebagai
jaminan atas utang.
Mengingat : 1. Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283:
 وإِ ْ ن ُ كنت  م  عَلى  سَفرٍ  وَل  م تجِ  د  وا َ كاتِبا َفرِ  ها ٌ ن م ْ قب  و  ضٌة …
“Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu
tidak memperoleh seorang juru tulis maka hendaklah
ada barang tanggungan yang dipegang ...”.
2. Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah
r.a., ia berkata:
َأنَّ  ر  س  و َ ل اللهِ  صلَّى اللهُ  عَليهِ  و  سلَّ  م ا  شترى َ طعاما مِ  ن
ي  ه  ودِ  ي إَِلى َأ  جلٍ  و  ر  هنه دِ  ر  عا مِ  ن  حدِيدٍ.
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli
makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan
Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”
3. Hadits Nabi riwayat al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu
Majah dari Abu Hurairah, Nabi s.a.w. bersabda:
َ لا ي  غَل  ق الر  ه  ن مِ  ن  صاحِبِهِ الَّذِ  ي  ر  هنه، َله ُ غن  مه  و  عَليهِ
ُ غ  رمه.
25 Rahn
Dewan Syari'ah Nasional MUI
2
"Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik
yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan
menanggung resikonya."
4. Hadits Nabi riwayat Jama’ah, kecuali Muslim dan al-
Nasa’i, Nabi s.a.w. bersabda:
َالظَّ  هر ي  ر َ ك  ب بِنَفَقتِهِ إَِذا َ كا َ ن م  ر  ه  ونا،  وَلب  ن ال  د  ر ي  شر  ب
بِنَفَقتِهِ إَِذا َ كا َ ن م  ر  ه  ونا،  و  عَلى الَّذِ  ي ي  ر َ ك  ب  وي شر  ب النَفَقُة.
"Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh
dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang
ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan
menanggung biayanya. Orang yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu tersebut wajib
menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan."
5. Ijma:
Para ulama sepakat membolehkan akad Rahn (al-
Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V: 181).
6. Kaidah Fiqih:
الأَ  ص ُ ل فِي اْل  معام َ لاتِ ْالإِبا  حُة إِلاَّ َأ ْ ن ي  دلَّ دلِي ٌ ل  عَلى
ت  حرِيمِ  ها.
Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Memperhatikan : 1. Pendapat Ulama tentang Rahn antar lain:
 وََأما الإِ  ج  ما  ع َفَأ  ج  م  ع ْاُلم  سلِ  م  و َ ن  عل  ى  ج  وازِ الر  هنِ فِي ْا ُ لج  مَلةِ
( (المغني لابن قدامة، ج ٤ ، ص ٣٦٧
Mengenai dalil ijma’ ummat Islam sepakat (ijma’)
bahwa secara garis besar akad rahn (gadai/penjaminan
utang) diperbolehkan
لِلراهِنِ ُ كلُّ انتَِفاعٍ بِالر  هنِ َ لا يترت  ب  عَليهِ ن ْ ق  ص ْاَلم  ر  ه  ونِ
( (مغني المحتاج للشربيني، ج ٢ ص ١٣١
Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai
secara penuh sepanjang tidak mengakibatkan
berkurangnya (nilai) barang gadai tersebut.
يرى اْل  ج  م  ه  و  ر َ غير اْل  حنابَِلةِ َأنه َلي  س لِْل  م  رتهِنِ َأ ْ ن ينتفِ  ع
بِ  ش  يءٍ مِ  ن الر  هنِ
25 Rahn
Dewan Syari'ah Nasional MUI
3
Mayoritas Ulama selain mazhab Hanbali berpendapat
bahwa penerima gadai tidak boleh memanfaatkan
barang gadai sama sekali .
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional
pada hari Kamis, 14 Muharram 1423 H./ 28 Maret 2002
dan hari Rabu, 15 Rabi’ul Akhir 1423 H. / 26 Juni 2002
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG RAHN
Pertama : Hukum
Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan
ketentuan sebagai berikut.
Kedua : Ketentuan Umum
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk
menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin
(yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin.
Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh
Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi
nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti
biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya
menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga
oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun
tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan Marhun
a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus
memperingatkan Rahin untuk segera melunasi
utangnya.
b. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya,
maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui
lelang sesuai syariah.
c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi
utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang
belum dibayar serta biaya penjualan
d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
Ketiga : Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya
atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
25 Rahn
Dewan Syari'ah Nasional MUI
4
melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 15 Rabi’ul Akhir 1423 H
26 Juni 2002 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
K.H.M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar