Minggu, 19 Desember 2010

fatwa giro

1
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 01/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
G I R O
بِ  سمِ اللهِ الر  حمنِ الرحِيمِ
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa keperluan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan
dan dalam bidang investasi, pada masa kini, memerlukan jasa
perbankan; dan salah satu produk perbankan di bidang
penghimpunan dana dari masyarakat adalah giro, yaitu simpanan
dana yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
penggunaan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan pemindahbukuan;
b. bahwa kegiatan giro tidak semuanya dapat dibenarkan oleh
hukum Islam (syari’ah);
c. bahwa oleh karena itu, Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
memandang perlu menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk
mu’amalah syar’iyah untuk dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan giro pada bank syari’ah.
Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
يآ َأي  ها الَّذِي  ن آمن  وا َ لاتْأ ُ كُل  وا َأ  م  واَل ُ ك  م بين ُ ك  م بِاْلباطِلِ إِلاَّ َأ ْ ن ت ُ ك  و َ ن
تِ  جا  رًة  ع  ن تراضٍ مِن ُ ك  م...
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:
...َفإِ ْ ن َأمِ  ن ب  ع  ض ُ ك  م ب  ع  ضا َفْلي  ؤد الَّذِى ا  ؤتمِ  ن َأمانته،  وْليتقِ اللهَ
 ربه...
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
3. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يآ َأي  ها الَّذِي  ن آمن  وا َأ  وُف  وا بِاْلعُق  ودِ …
01 Giro
Dewan Syariah Nasional MUI
2
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …”.
4. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
…  وتعا  ون  وا  عَلى اْلبِر  والت ْ ق  وى …
“dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan….”
5. Hadis Nabi riwayat al-Thabrani:
َ كا َ ن  سي  دنا اْلعبا  س ب  ن  عبدِ اْل  مطَلِّبِ إَِذا دَف  ع اْل  ما َ ل م  ضا  ربًة اِ  شتر َ ط
 عَلى  صاحِبِهِ َأ ْ ن َ لا ي  سُل  ك بِهِ بحرا،  و َ لا ينزِ َ ل بِهِ  وادِيا،  و َ لا ي  شترِ  ي
بِهِ دابًة َذا  ت َ كبِدٍ  ر ْ طبةٍ، َفإِنْ َفع َ ل َذلِ  ك  ضمِ  ن، َفبَل َ غ  ش  ر ُ طه  ر  س  و َ ل
اللهِ  صلَّى اللهُ  عَليهِ  وآلِهِ  و  سلَّ  م َفَأ  جا  زه (رواه الطبراني فى الأوسط عن
ابن عباس).
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan
yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
membenarkannya” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
َأنَّ النبِ  ي  صلَّى اللهُ  عَليهِ  وآلِهِ  و  سلَّ  م َقا َ ل: َث َ لا ٌ ث فِيهِ  ن اْلبر َ كُة: َاْلبي  ع
إَِلى َأ  جلٍ،  واْل  مَقا  ر  ضُة،  و  خْل ُ ط اْلبر بِال  شعِيرِ لِْلبيتِ َ لا لِْلبيعِ (رواه ابن
ماجه عن صهيب)
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual
beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
َال  صْل  ح  جائِز بي  ن اْل  م  سلِمِين إِلاَّ  صْل  حا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و َأ  حلَّ  حراما،
 واْل  م  سلِ  مو َ ن  عَلى  شر  وطِهِ  م إِلاَّ  ش  ر ً طا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و َأ  حلَّ  حراما
(رواه الترمذي عن عمرو بن عوف).
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
01 Giro
Dewan Syariah Nasional MUI
3
8. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada
orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak
ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu
dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, 1989, 4/838).
9. Qiyas. Transaksi mudharabah, yakni penyerahan sejumlah harta
(dana, modal) dari satu pihak (malik, shahib al-mal) kepada
pihak lain (‘amil, mudharib) untuk diperniagakan
(diproduktifkan) dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai
kesepakatan, diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
10. Kaidah fiqh:
َالأَ  ص ُ ل فِى اْل  معام َ لاتِ ْالإِبا  حُة إِلاَّ َأ ْ ن ي  دلَّ دلِي ٌ ل  عَلى ت  حرِيمِ  ها.
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
11. Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak orang yang
mempunyai harta namun tidak mempunyai kepandaian dalam
usaha memproduktifkannya, sementara itu tidak sedikit pula
orang yang tidak memiliki harta namun ia mempunyai
kemampuan dalam memproduktifkannya. Oleh karena itu,
diperlukan adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari
Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG GIRO
Pertama : Giro ada dua jenis:
1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang
berdasarkan perhitungan bunga.
2. Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang
berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Kedua : Ketentuan Umum Giro berdasarkan Mudharabah:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal
atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau
pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip
syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.
01 Giro
Dewan Syariah Nasional MUI
4
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketiga : Ketentuan Umum Giro berdasarkan Wadi’ah:
1. Bersifat titipan.
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H.
1 April 2000 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
Prof. KH. Ali Yafie Drs. H.A. Nazri Adlani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar