Minggu, 19 Desember 2010

fatwa dsn tentang jual beli istishna paralel

FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor: 22/DSN-MUI/III/2002
Tentang
JUAL BELI ISTISHNA' PARALEL
بِ  سمِ اللهِ ال ر  حمنِ الرحِيمِ
Dewan Syari’ah Nasional, setelah
Menimbang : a. bahwa akad jual beli Istishna’ yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya
secara paralel ( الاستصناع الموازي ), yaitu sebuah bentuk akad
Istishna’ antara nasabah dengan LKS, kemudian untuk
memenuhi kewajibannya kepada nasabah, LKS
memerlukan pihak lain sebagai Shani’;
b. bahwa agar praktek tersebut sesuai dengan syari’ah Islam,
DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang
istishna’ paralel untuk menjadi pedoman.
Menimbang 1. Hadist Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:
َال  صْل  ح  جائِز بي  ن اْل  م  سلِمِ  ين إِلاَّ  صْل  حا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و َأ  حلَّ
 ح راما  واْل  م  سلِ  مو َ ن  عَلى  شروطِهِ  م إِلاَّ  ش  ر ً طا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و
َأ  حلَّ  ح راما.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram.”
2 Hadist Nabi:
َ لا  ض ر  ر  و َ لاضِ را  ر (رواه ابن ماجه والدارقطني وغيرهما عن
أبي سعيد الخدري)
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri
maupun orang lain” (HR, Ibnu Majah, Al-Daraquthni,
dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri).
3. Kaidah fiqh:
َالأَ  ص ُ ل فِى اْل  معام َ لاتِ ْالإِبا  حُة إِلاَّ َأ ْ ن ي  دلَّ  دلِي ٌ ل  عَلى
22 Istishna’ Pararel 2
Dewan Syariah Nasional MUI
ت  حرِيمِ  ها
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
4. Kaidah Fiqih
اَْل  م  شقَُّة ت  جلِ  ب التيسِي  ر
Kesulitan itu dapat menarik kemudahan
5. Kaidah Fiqih
َاْل  حا  جُة َق  د تن  ز ُ ل منزَِلَة ال  ضر  و  رةِ
Keperluan itu dapat menduduki posisi darurat
6. Kaidah Fiqih
َالثَّابِ  ت بِاْلع  رفِ َ كالثَّابِتِ بِال  ش  رعِ
Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama
dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’
(selama tidak bertentangan dengan syariat)
Memperhatikan : 1. Surat dari Dewan Standar Akuntansi Keuangan No.
2293/DSAK/IAI/I/2002 tertanggal 17 Januari 2002
perihal Permohonan Fatwa Istishna’ Paralel.
2. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah
Nasional pada hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423
H./ 28 Maret 2002
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI ISTISHNA’
PARALEL
Pertama Ketentuan Umum
1. Jika LKS melakukan transaksi Istishna’, untuk memenuhi
kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan
istishna’ lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama,
dengan syarat istishna’ pertama tidak bergantung
(mu’allaq) pada istishna’ kedua.
2. LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk
memungut MDC (margin during construction) dari
nasabah (shani’) karena hal ini tidak sesuai dengan
prinsip syariah.
3. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad
Istishna’ (Fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000)
berlaku pula dalam Istishna’ Paralel.
Kedua : Ketentuan Lain
22 Istishna’ Pararel 3
Dewan Syariah Nasional MUI
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya
atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Muharram 1423 H.
28 Maret 2002 M
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua, Sekretaris,
K.H.M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar